Minggu, 10 Mei 2015

BAHASA INGGRIS

PENJELASAN DAN PERBEDAAN TENSES.



  1. Simple Present adalah tenses (pola kalimat) yang digunakan untuk menceritakan waktu    sekarang  dalam bentuk sederhana. 
  2.  Present Progressive mempunyai fungsi utama untuk mengungkapkan kejadian yang sedang berlangsung saat pembicara berbicara.
  3. Simple Past  adalah tense yang berfungsi untuk menunjukkan pekerjaan yang terjadi pada masa lampau tanpa ingin menekankan bahwa pekerjaan tersebut telat (perfect) atau sedang (continuous) dikerjakan, fungsinya adalah untuk menunjukkan pekerjaan yang terjadi pada masa lalu tanpa ingin menekankan pekerjaan tersebut sedang terjadi atau telah terjadi. 
  4.  Past Progressive dapat digunakan untuk berbicara tentang kejadian yang belum selesai (in progres) di masa lalu kemudian diikuti oleh kemunculan kejadian lainnya pada waktu bersamaan, dapat digunakan untuk berbicara tentang dua kejadian yang berlangsung pada waktu bersamaan di masa lalu, dapat juga digunakan untuk berbicara tentang kejadian yang sedang berlangsung pada waktu tertentu (Specified time) di masa lalu.
  5.  Present Perfect adalah suatu bentuk kata kerja yang digunakan untuk menyatakan suatu aksi   atau situasi yang telah dimulai di masa lalu dan masih beranjut sampai sekarang atau telah selesai pada suatu titik waktu tertentu di masa lalu namun efeknya masih berlanjut.


  • Perbedaan dari 5 tenses di atas adalah tentang waktu penggunaan tenses, jika simple present digunakan saat terjadi dan present progressive digunakan untuk menunjukkan atau melengkapi kejadian yang sedang berlangsung, sedangkan simple past digunakan untuk mengungkapkan kejadian dimasa lampau, past progressive digunakan saat waktu bersamaan di masa lalu, present perfect digunakan saat aksi atau situasi telah dimulai di masa lalu dan masih berlanjut sampai sekarang.

Minggu, 08 Februari 2015

KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA BANK (LIPPO)



KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA BANK LIPPO

I.  SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO
Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong.Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin. Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun. Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional.Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank.Inilah cikal bakal Grup Lippo.
II.  KONTROVERSI BANK LIPPO
A.  Skandal Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo
Kasus PT. Bank Lippo Tbk ini berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang dikeluarkan tanggal 30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi perbedaan informasi atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat kabar nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan tersebut dimuat adanya pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Penyajian laporan tersebut dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan per 30 september 2001 (unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia (CAR) sebesar 24,77%. Pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 –tanggal yang sama- yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata disampaikan laporan yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik. Penyajian laporan juga dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30 September 2001 (unaudited). Dicantumkan Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar 4,23%. Dapat dilihat, bahwa pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik dalam jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut, Pada tanggal 6 Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja menyampaikan Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 kepada manajemen PT. Bank Lippo. Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan Modal sebesar Rp. 4,23%.
B.  Saham
Pada periode yang sama sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar. Ironisnya, pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli dalam volume signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi manipulasi laporan keuangan serta insider trading.Dengan tujuan, manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk dan menguasai saham mayoritas bank itu. Banyak yang menduga skenario yang mereka inginkan adalah pihak manajemen ingin menawar saham terbatas (rights issue). Lewat cara itu pemegang saham mayoritas saat ini, yaitu pemerintah, mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang. Karena jika tidak dilakukan, kepemilikan sahamnya terdilusi.Ringkas kata, pemilik lama menginginkan pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
C.  Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat antara grup Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James Riady, anak Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di Irving Trust Banking Company di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke Little Rock, Arkansas (kota kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976. Di Arkansas, James Riady bersama Jack Steven mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20 juta. Jack Steven, yang disebut-sebut sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah rekan dekat Mochtar Riady. Melalui Jack Steven inilah, James Riady bisa kenalan dengan Jimmy Carter, Bill Clinton dan sebagainya. Pada tahun 1984, James Riady ditunjuk Jack Steven menjadi Direktur Utama Worthen Bank.James Riady pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai pengacara Worthen Bank. Disinilah hubungan James Riady dengan pasutri Clinton merapat Pada tahun 1990an, Bill Clinton menyatakan kepada James Riady kalau ia berencana maju ke pemilu presiden AS. James Riady pun memberitakan kabar tersebut kepada ayahnya, Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan James Riady partisipasi aktif dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh anggota dan jaringan yang dimiliki Lippo Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill ClintoN. Bentuk sokongan James Riady dan Ted Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah pengumpulan dana kampanye. Fokus dari tim pengumpulan dana kampanye Clinton – Al Gore yang ditangani James Riady dan Ted Sioeng adalah dari pengusaha-pengusaha Asia. jumlahnya dana yang dikumpulkan James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al Gore mencapai US$ 7,5 juta. Secara pribadi dan perusahaan, keluarga Riady dan Lippo Group mendapat jaringan dan keleluasaan berbisnis di AS . Indonesia pun mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke AS pada masa Bill Clinton. Karena para pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut menyetor dana ke Clinton, maka mereka melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma Indonesia, RRC pun ikutan memperoleh kemudahan impor produk-produk RRC ke AS semasa Clinton. Hasil kerja #LippoGate inilah yang menjadi salah satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa Indonesia mulai eksodus ke pasar global.Sejak tahun 1994, satu per satu para pengusaha besar memindahkan markas besar usahanya ke luar negeri.Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi, tapi hasil, uang dan keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong Kong. Dampak migrasi dana-dana para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah mengalami pelemahan berturut-turut dan menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia. Ketika skandal sumbangan Lippo Grup utk kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat terpaksa kembalikan hampir US$ 500 ribu. Sementara itu, Muchtar dan James Riady /Lippo Grup dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS atas pelanggaran UU dana kampanye AS karena terbukti melanggar hukum terkait pemberian sumbangan dana kampanye Capres PD, Bill Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum membayar denda US$ 8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
III.  PELANGGARAN HUKUM OLEH BANK LIPPO
Di dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek. Dari fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa.Saham PT. Lippo Bank Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut. Terlihat bahwa akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan harga.Bahkan, tidak semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga bursa efek secara keseluruhan. Kedua, setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus tersebut ditemukan fakta sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diiklankan di media massa pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian akan tetapi, hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan atau keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam laporan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan. Ketiga, pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%. Sekilas dengan membaca laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan bagus. Dengan demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan perusahaan misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo secara besar-besaran. Hal ini tentunya merugikan Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka keputusan yang diambilnya juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan Keuangan per 30 September yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.
IV.  PENJELASAN DARI PIHAK BANK LIPPO
Dari fakta yang telah diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan penjelasan dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya perbedaan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang disampaikannya. Pertama, dalam pengumuman penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo Tbk menegaskan bahwa Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 adalah informasi yang akurat dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo yang sesungguhnya yakni CAR 24,77% dan NPL 9,03%. Kedua, dalam paparan publik di Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003. Manajemen PT. Bank Lippo Tbk kembali menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa pada 28 November 2002 dalam rangka memenuhi peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan benar serta telah disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara itu dilain pihak, Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 yakni Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam penjelasan tertulisnya kepada Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan. Laporan keuangan itulah yang disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002. Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan hasil audit Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan konsolidasi yang dipublikasikan. Laporan keuangan yang dipublikasikan tanggal 28 November 2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo sebesar Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28 miliar. Padahal menurut laporan yang diaudit oleh tim audit dari Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3 triliun. Dengan demikian terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen dengan pihak auditornya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002.Pihak manajemen dalam mempublikasikan laporan keuangan tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja). Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah terpenuhi maka tindakan pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam memberikan keterangan atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi publik (misleading information). Dengan demikian, memang benar telah terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Lippo, Tbk.
V.  PUTUSAN ATAS KASUS LAPORAN GANDA BANK LIPPO
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo menyerahkan laporan kemajuan (progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari sampai keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal 17 Maret 2003 mengumumkan pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan terhadap PT. Bank Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada pemegang saham perihal kekurang hati-hatian yang telah dilakukan serta sanksi administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau audit atas laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang dilakukannya Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sebesar Rp. 3,5 juta.
VI.  KESIMPULAN
Jadi dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bank Lippo Tbk. terbukti melakukan pelanggaran hukum atas Pasal 93 Undang Undang Pasar Modal.Pelanggaran hukum ini terjadi karena sistem yang ada dalam soal laporan keuangan memang cukup rumit.Kerumitan ini rentan menghadirkan kelalaian dari pihak pelaku pasar modal. Dan dalam hal pengenaan sanksi, sanksi nya tidak tepat karena sanksi yang dikenakan (hanya bersifat administratif) tidak sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal yang sangat jelas mencederai asas kepastian hukum dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS OLEH PERUSAHAAN (PT. MEGASARI MAKMUR)



Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis oleh PT.Megasari Makmur

 
Perjalanan obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur yang terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum ruangan. Obat nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor produknya ke luar Indonesia. Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung. HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
ANALISIS :
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu? Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pada pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu. Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu. Kita mengetahui bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran perusahaan besarpun berani untuk mmengambil tindakan kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya . dalam kasus HIT sengaja menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan kanker hati dan lambung dan walaupun perusahaan sudah meminta maaf dan juga mengganti barang dengan memproduksi barang baru yang tidak mengandung zat berbahaya tapi seharusnya perusahaan jugamemikirkan efek buruk apa saja yang akan konsumen rasakan bila dalam penggunaan jangka panjang. Sebagai produsen memberikan kualitas produk yang baik dan aman bagi kesehatan konsumen selain memberikan harga yang murah yang dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya.

Penyelesaian Masalah yang dilakukan PT.Megasari Makmur dan Tindakan Pemerintah
Pihak produsen (PT. Megasari Makmur) menyanggupi untuk menarik semua produk HIT yang telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk memproduksi produk HIT Aerosol Baru dengan formula yang telah disempurnakan, bebas dari bahan kimia berbahaya. HIT Aerosol Baru telah lolos uji dan mendapatkan izin dari Pemerintah. Pada tanggal 08 September 2006 Departemen Pertanian dengan menyatakan produk HIT Aerosol Baru dapat diproduksi dan digunakan untuk rumah tangga (N0. RI. 2543/9-2006/S).Sementara itu pada tanggal 22 September 2006 Departemen Kesehatan juga mengeluarkan izin yang menyetujui pendistribusiannya dan penjualannya di seluruh Indonesia.
Undang-undang
Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :
  1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
PT Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka.Akibatnya, kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT.
  1. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
PT Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka, dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida, harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.
  1. Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
PT Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut.Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya.
  1. Pasal 19 :
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Menurut pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen.

Tanggapan :
PT. Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan bahwa meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut seperti tidak di lakukan secara sungguh –sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran. Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur yaitu Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu penggunaan dari produk tersebut yaitu setelah suatu ruangan disemprot oleh produk itu semestinya ditunggu 30 menit terlebih dahulu baru kemudian dapat dimasuki /digunakan ruangan tersebut. Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri.