Minggu, 08 Februari 2015

KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA BANK (LIPPO)



KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA BANK LIPPO

I.  SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO
Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong.Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin. Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun. Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional.Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank.Inilah cikal bakal Grup Lippo.
II.  KONTROVERSI BANK LIPPO
A.  Skandal Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo
Kasus PT. Bank Lippo Tbk ini berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang dikeluarkan tanggal 30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi perbedaan informasi atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat kabar nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan tersebut dimuat adanya pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Penyajian laporan tersebut dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan per 30 september 2001 (unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia (CAR) sebesar 24,77%. Pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 –tanggal yang sama- yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata disampaikan laporan yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik. Penyajian laporan juga dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30 September 2001 (unaudited). Dicantumkan Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar 4,23%. Dapat dilihat, bahwa pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik dalam jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut, Pada tanggal 6 Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja menyampaikan Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 kepada manajemen PT. Bank Lippo. Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan Modal sebesar Rp. 4,23%.
B.  Saham
Pada periode yang sama sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar. Ironisnya, pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli dalam volume signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi manipulasi laporan keuangan serta insider trading.Dengan tujuan, manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk dan menguasai saham mayoritas bank itu. Banyak yang menduga skenario yang mereka inginkan adalah pihak manajemen ingin menawar saham terbatas (rights issue). Lewat cara itu pemegang saham mayoritas saat ini, yaitu pemerintah, mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang. Karena jika tidak dilakukan, kepemilikan sahamnya terdilusi.Ringkas kata, pemilik lama menginginkan pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
C.  Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat antara grup Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James Riady, anak Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di Irving Trust Banking Company di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke Little Rock, Arkansas (kota kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976. Di Arkansas, James Riady bersama Jack Steven mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20 juta. Jack Steven, yang disebut-sebut sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah rekan dekat Mochtar Riady. Melalui Jack Steven inilah, James Riady bisa kenalan dengan Jimmy Carter, Bill Clinton dan sebagainya. Pada tahun 1984, James Riady ditunjuk Jack Steven menjadi Direktur Utama Worthen Bank.James Riady pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai pengacara Worthen Bank. Disinilah hubungan James Riady dengan pasutri Clinton merapat Pada tahun 1990an, Bill Clinton menyatakan kepada James Riady kalau ia berencana maju ke pemilu presiden AS. James Riady pun memberitakan kabar tersebut kepada ayahnya, Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan James Riady partisipasi aktif dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh anggota dan jaringan yang dimiliki Lippo Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill ClintoN. Bentuk sokongan James Riady dan Ted Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah pengumpulan dana kampanye. Fokus dari tim pengumpulan dana kampanye Clinton – Al Gore yang ditangani James Riady dan Ted Sioeng adalah dari pengusaha-pengusaha Asia. jumlahnya dana yang dikumpulkan James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al Gore mencapai US$ 7,5 juta. Secara pribadi dan perusahaan, keluarga Riady dan Lippo Group mendapat jaringan dan keleluasaan berbisnis di AS . Indonesia pun mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke AS pada masa Bill Clinton. Karena para pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut menyetor dana ke Clinton, maka mereka melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma Indonesia, RRC pun ikutan memperoleh kemudahan impor produk-produk RRC ke AS semasa Clinton. Hasil kerja #LippoGate inilah yang menjadi salah satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa Indonesia mulai eksodus ke pasar global.Sejak tahun 1994, satu per satu para pengusaha besar memindahkan markas besar usahanya ke luar negeri.Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi, tapi hasil, uang dan keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong Kong. Dampak migrasi dana-dana para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah mengalami pelemahan berturut-turut dan menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia. Ketika skandal sumbangan Lippo Grup utk kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat terpaksa kembalikan hampir US$ 500 ribu. Sementara itu, Muchtar dan James Riady /Lippo Grup dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS atas pelanggaran UU dana kampanye AS karena terbukti melanggar hukum terkait pemberian sumbangan dana kampanye Capres PD, Bill Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum membayar denda US$ 8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
III.  PELANGGARAN HUKUM OLEH BANK LIPPO
Di dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek. Dari fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa.Saham PT. Lippo Bank Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut. Terlihat bahwa akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan harga.Bahkan, tidak semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga bursa efek secara keseluruhan. Kedua, setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus tersebut ditemukan fakta sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diiklankan di media massa pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian akan tetapi, hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan atau keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam laporan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan. Ketiga, pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%. Sekilas dengan membaca laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan bagus. Dengan demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan perusahaan misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo secara besar-besaran. Hal ini tentunya merugikan Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka keputusan yang diambilnya juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan Keuangan per 30 September yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.
IV.  PENJELASAN DARI PIHAK BANK LIPPO
Dari fakta yang telah diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan penjelasan dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya perbedaan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang disampaikannya. Pertama, dalam pengumuman penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo Tbk menegaskan bahwa Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 adalah informasi yang akurat dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo yang sesungguhnya yakni CAR 24,77% dan NPL 9,03%. Kedua, dalam paparan publik di Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003. Manajemen PT. Bank Lippo Tbk kembali menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa pada 28 November 2002 dalam rangka memenuhi peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan benar serta telah disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara itu dilain pihak, Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 yakni Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam penjelasan tertulisnya kepada Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan. Laporan keuangan itulah yang disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002. Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan hasil audit Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan konsolidasi yang dipublikasikan. Laporan keuangan yang dipublikasikan tanggal 28 November 2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo sebesar Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28 miliar. Padahal menurut laporan yang diaudit oleh tim audit dari Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3 triliun. Dengan demikian terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen dengan pihak auditornya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002.Pihak manajemen dalam mempublikasikan laporan keuangan tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja). Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah terpenuhi maka tindakan pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam memberikan keterangan atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi publik (misleading information). Dengan demikian, memang benar telah terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Lippo, Tbk.
V.  PUTUSAN ATAS KASUS LAPORAN GANDA BANK LIPPO
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo menyerahkan laporan kemajuan (progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari sampai keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal 17 Maret 2003 mengumumkan pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan terhadap PT. Bank Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada pemegang saham perihal kekurang hati-hatian yang telah dilakukan serta sanksi administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau audit atas laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang dilakukannya Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sebesar Rp. 3,5 juta.
VI.  KESIMPULAN
Jadi dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bank Lippo Tbk. terbukti melakukan pelanggaran hukum atas Pasal 93 Undang Undang Pasar Modal.Pelanggaran hukum ini terjadi karena sistem yang ada dalam soal laporan keuangan memang cukup rumit.Kerumitan ini rentan menghadirkan kelalaian dari pihak pelaku pasar modal. Dan dalam hal pengenaan sanksi, sanksi nya tidak tepat karena sanksi yang dikenakan (hanya bersifat administratif) tidak sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal yang sangat jelas mencederai asas kepastian hukum dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS OLEH PERUSAHAAN (PT. MEGASARI MAKMUR)



Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis oleh PT.Megasari Makmur

 
Perjalanan obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur yang terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum ruangan. Obat nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor produknya ke luar Indonesia. Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung. HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
ANALISIS :
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu? Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pada pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu. Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu. Kita mengetahui bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran perusahaan besarpun berani untuk mmengambil tindakan kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya . dalam kasus HIT sengaja menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan kanker hati dan lambung dan walaupun perusahaan sudah meminta maaf dan juga mengganti barang dengan memproduksi barang baru yang tidak mengandung zat berbahaya tapi seharusnya perusahaan jugamemikirkan efek buruk apa saja yang akan konsumen rasakan bila dalam penggunaan jangka panjang. Sebagai produsen memberikan kualitas produk yang baik dan aman bagi kesehatan konsumen selain memberikan harga yang murah yang dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya.

Penyelesaian Masalah yang dilakukan PT.Megasari Makmur dan Tindakan Pemerintah
Pihak produsen (PT. Megasari Makmur) menyanggupi untuk menarik semua produk HIT yang telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk memproduksi produk HIT Aerosol Baru dengan formula yang telah disempurnakan, bebas dari bahan kimia berbahaya. HIT Aerosol Baru telah lolos uji dan mendapatkan izin dari Pemerintah. Pada tanggal 08 September 2006 Departemen Pertanian dengan menyatakan produk HIT Aerosol Baru dapat diproduksi dan digunakan untuk rumah tangga (N0. RI. 2543/9-2006/S).Sementara itu pada tanggal 22 September 2006 Departemen Kesehatan juga mengeluarkan izin yang menyetujui pendistribusiannya dan penjualannya di seluruh Indonesia.
Undang-undang
Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :
  1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
PT Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka.Akibatnya, kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT.
  1. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
PT Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka, dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida, harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.
  1. Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
PT Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut.Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya.
  1. Pasal 19 :
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Menurut pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen.

Tanggapan :
PT. Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan bahwa meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut seperti tidak di lakukan secara sungguh –sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran. Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur yaitu Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu penggunaan dari produk tersebut yaitu setelah suatu ruangan disemprot oleh produk itu semestinya ditunggu 30 menit terlebih dahulu baru kemudian dapat dimasuki /digunakan ruangan tersebut. Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri.

JURNAL ETIKA BISNIS


Jurnal Etika Bisnis (3 Jurnal)
Jurnal Pertama,
ABSTRAK

“ETIKA BISNIS BAGI PERUSAHAAN”
Jurnal, Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata kunci : Etika Bisnis dan  Pelanggaran Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Etika bisnis sangatlah diperlukan setiap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Etika bisnis memberikan kebebasan dan tanggung jawab kepada pelaku bisnis atau perusahaan yang diterapkan dalam kebijakan, instuisi dan perilaku bisnis. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaku bisnis atau perusahaan melakukan atau menjalankan etika bisnis.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa masih banyak perusahaan atau pelaku bisnis yang masih melanggar etika bisnis atau tidak menggunakan prinsip-prinsip etika bisnis. Pelaku bisnis yang melanggar etika bisnis tersebut hanya berorientasi pada keuntungan yang maksimal dan menguasai pangsa pasar, sehingga merugikan banyak pihak.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan atau pelaku bisnis pada saat ini, diberi kebebasan dalam perekonomian pasar bebas untuk dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Sehingga, pelaku bisnis dapat bersaing untuk dapat berkembang dalam mekanisme pasar.
Didalam kebebesan dalam perekonomian pasar tersebut, pelaku bisnis atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya selalu mengharapkan keuntungan yang maksimal dan produk yang mereka tawarkan diterima oleh masyarakat. Untuk itu, kerap dari pelaku bisnis atau perusahaan menghalalkan segala cara agar tidak kalah saing.
Akhir-akhir ini banyak pelaku bisnis melakuakan pelanggaran etika bisnis dengan persaingan yang tidak sehat. Pelanggaran etika bisnis tersebut sangat merugikan pihak pelaku bisnis atau perusahaan menengah kebawah karena kurangnya kemampuan yang mereka miliki. Setiap pelaku bisnis atau perusahaan seharusnya dapat memegang prinsip-prinsip etika bisnis tersebut.
Etika bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah atau tata cara dalam menjalankan sebuah bisnis. Dengan adanya etika bisnis pelaku bisnis atau perusahaan dapat mengetahui aturan-aturan, nilai-nilai bahkan norma-norma dalam menjalankan usahanya.
Perusahaan yang menggunakan etika bisnis dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil, sehat dengan mitra kerja atau pelanggan, pemengang saham dan masyarakat.
1.2 Rumusan masalah
1. Mengapa etika sangat penting dalam menjalankan sebuah bisnis perusahaan.
2. Penyebab adanya pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh perusahaan atau
Pelaku bisnis.
3. Bagaimana cara mengatasi pelanggaran etika bisnis.  
      
1.3 Batasan Masalah
Dalam penyusunan penulisan ini, penulis membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi :
1.    Pengertian etika bisnis
2.    Perkembangan etika bisnis
3.    Manfaat etika bisnis bagi perusahaan
4.    Prinsip-prinsip etika bisnis
1.4 Maksud dan Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal atau tulisan mengenai Etika Bisnis. Maksud dari penulisan ini adalah :
1.  Untuk mengetahui mengapa etika sangat penting dalam menjalankan bisnis perusahaan
2.  Untuk mengetahui contoh pelanggaran dalam etika bisnis
3.  Untuk mengetahui upaya mengatasi pelanggaran etika bisnis.




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Etika Bisnis
Pengertian etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” berarti adat istiadat atau kebiasaan.hal ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi lainnya.
Menurut Magnis Suseno (1987) etika adalah sebuah ilmu dan bukan ajaran, yang menurutnya adalah etika dalam pengertian kedua. Sebagai ilmu yang terutama menitikberatkan refleksi kritis dan rasional, etika dalam kedua ini mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu harus dilaksanakan dalam situasi konkret tertentu yang dihadapi seseorang.
Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonomdan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas, tetapi dapat dipertanggungjawabkan. Bebas dan tanggung jawab adalah unsur pokok dari otonomi moral yang merupakan salah satu prinsip utama moralitas.
2.2 Definisi Bisnis
Menurut Allan Afuah (2004) bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dana menjual barang ataupun jasa agar mendapatkan keuntungan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan ada di dalam industri. Para pelaku bisnis ini biasanya disebut entrepreneur.
2.3 Definisi Etika Bisnis
Menurut Velasquez (2005) etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi dan perilaku  bisnis.
Menurut Agus Arijanto (2011) etika bisnis adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan bisnis yang dilakukan oleh para pelaku-pelaku bisnis. Masalah etika dan ketaatan pada hukum yang berlaku merupakan dasar yang kokoh yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis dan akan menentukan tindakan apa dan perilaku bagaimana yang akan dilakukan dalam bisnisnya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian
Objek penulisan ini adalah bisnis travel haji umroh.
3.2 Data yang digunakan
Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh penulis secara tidak langsung (melalui media perantara).
3.3 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan yaitu mengadakan penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan serta menggunakan metode searching di internet, yaitu dengan membaca referensi-referensi berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tugas ini.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Etika Bisnis
Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1.      Zaman Prasejarah: Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negra dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.      Masa Peralihan: pada tahun 1960-an: dimulai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota prancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memebri perhatian pada dunia pendidikan, khususnya bidang ilmu manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik masalah yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.      Etika Bisnis Lahir di Amerika Serikat pada 1970-an yang mana sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat pada saat itu.
4.      Etika Bisnis meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akamdemisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.      Etika Bisnis menjadi Fenomena secara Global pada 1990-an, dan tidak hanya terbatas lagi pada dunia barat (Eropa, Amerika Serikat). Tetapi etika bisnis sudah dikembangkan diseluruh dunia. Bahkan telah didirikan Internatioal Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo, Jepang.

4.2 Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis
Setelah melihat penting dan relevansinya etika bisnis ada baiknya kita tinjau lebih lanjut apa saja sasaran dan lingkup etika bisnis itu. Ada tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis, yaitu:
1.    Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis yang pertama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya secara baik dan etis. Karena lingkup etika bisnis yang pertama ini lebih sering ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis, dan lebih sering berbicara mengenai bagaimana perilaku bisnis yang baik dan etis.
2.    Etika bisnis untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapa pun juga. Pada tingkat inietika bisnis berfungsi untuk menggungah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.
3.    Etika bisnis juga berbicara mengenai system ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis dalam hal ini etika bisnis lebih bersifat makro, yang karena itu barangkali lebih tepat disebut sebagai etika ekonomi.

4.3    Manfaat Etika Bisnis Bagi Perusahaan
1.      Dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan sebagai corporate culture. Dengan adanya etika bisnis, secara intern semua karyawan terikat dengan standard etis yang sama, sehingga akan mengambil kebijakan/keputusan yang sama terhadap kasus sejenis yang timbul.
2.      Dapat membantu menghilangkan grey area (kawasan kelabu) dibidang etika. (penerimaan komisi, penggunaan tenaga kerja anak, kewajiban perusahaan dalam melindungi lingkungan hidup).
3.      Menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.
4.      Menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya, kemungkinan untuk mengatur diri sendiri (self regulation).
5.      Bagi perusahaan yang telah go publik dapat memperoleh manfaat berupa meningkatnya kepercayaan para investor. Selain itu karena adanya kenaikan harga saham, maka dapat menarik minat para investor untuk membeli saham perusahaan tersebut.
6.      Dapat meningkatkan daya saing (competitive advantage) perusahaan
7.      Membangun corporate image / citra positif , serta dalam jangka panjang dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan (sustainable company).

4.4 Prinsip-prinsip Etika Bisnis
            Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya harus menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah disepakati secara umum dalam lingkungan tersebut.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
1.      Prinsip otonomi ; yaitu sikap kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan
2.      Prinsip kejujuran ; terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3.      Prinsip keadilan ; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggungjawabkan.
4.      Prinsip saling menguntungkan (Mutual benefit principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
5.      Prinsip integritas moral ; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.

4.5    Pelanggaran dalam Etika Bisnis
            Pelanggaran etika bisnis bisa terjadi pada setiap pelaku bisnis atau perusahaan. Dengan alasan menghasilkan keuntungan yang maksimal dan produk yang ditawarkan dapat diterima oleh masyarakat, pelaku bisnis kerap menghalalkan segala cara. Pelaku bisnis dan perusahaan menengah kebawah yang dirugikan dalam pelanggaran etika bisnis tersebut karena kurangnya kemampuan yng mereka miliki. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Contoh bentuk pelanggaran etika bisnis ;
            Tahun 2010 menjadi tahun memprihatikan bagi ribuan Jamaah Calon Haji (JCH) dan Jamaah Colon Umrah (JCU) indonesia yang ingin ke Tanah Suci dengan menggunakan jasa biro Perjalanan Haji dan Umrah. Karena keinginan ribuan JCH dan JCU untuk berkunjung ke negeri Kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut sama sekali tidaka terealisasi karena pihak travel hanya memberikan janji-janji semu meski calon jamaah tersebut sudah memenuhi semua persyaratan administrasi termasuk biaya besar yang harus dikeluarkan demi terlaksananya niat yang pada umumnya dilaksanakan sekali seumur hidup.
            Di Provinsi Riau sendiri, kasus gagalnya calon jamaah haji dan umrah berangkat ke Tanah Suci akibat ulah Travel Penyelenggara Haji dan Umrah yang tidak bertanggungjawab yang sempat terungkap kepermukaan sebanyak 60 an orang. Terdiri dari 22 JCH  plus asal Pekanbaru, Rokan Hulu dan Indragiri Hilir menggunakan biro perjalanan Sekapur Sirih terlantar di Hotel Sabrina Pekanbaru dan gagal berangkat ke Tanah Suci. 28 CJH asal Rokan Hilir terlantar di Medan dan terpaksa pulang ke daerah asal tanpa pernah sampai ke Tanah Suci dengan biro perjalanan yang tidak jelas.
            Kemudian 13 JCU dari Dumai tertipu dan terlantar disalah satu hotel di Pekanbaru dan Jakarta oleh biro perjalanan PT Berkah Toyyiban. JCU Dumai kemudian tetap berangkat ke Tanah Suci tapi dengan menggunakan biro perjalanan lain. Sepulangnya dari Tanah Suci mereka menuntut pengembalian biaya perjalanan yang telah disetorkan termasuk ganti rugi atas biaya yang dikeluarkan saat berada di Hotel Pekanbaru dan jakarta. Tapi itikat baik dari PT Berkah Tayyiban tidak juga kunjung terlihat akhirnya JCU Dumai sepakat melaporkan kasus tersebut ke Kapolres Dumai.
            Walaupun ribuan kasus telah menimpa JCH dan JCU, namun hingga saat ini masih banyak travel haji dan umrah yang tidak memilki izin usaha, namun mereka tetap aktif memberangkatkan jamaah. Banyaknya travel tak berizin tapi tetap beroperasi ini tentu sangat merugikan masyarakat, pemerintah, dan perusahaan yang secara sah mengantongi izin dari pemerintah.
            Ironisnya lagi, kasus seperti ini sebenarnya sudah bertahun-tahun berjalan, puluhan bahkan ratusan calon jamaah umrah dan haji terlantar dan tertipu setiap tahunnya karena prilaku pihak travel yang tidak bertanggungjawab.
            Namanya saja penyelenggara haji dan umrah khusus, tentu yang dihadapkan masyarakat disini adalah pelayanan khusus dan lebih dari biasanya. Tapi kenyataannya, berbagai masalah kerap melanda mereka saat menggunakan biro perjalanan khusus tersebut. Misalnya, jauhnya akomodasi jamaah haji, masalah katering, pembatasan dan penjatahan kuota, terjadinya penggunaan paspor hijau, pelayanan buruk di tanah suci dan sebagainya. Masyarakat selalu mendapat penawaran menarik, namun yang mereka peroleh jauh dari apa yang dijanjikan oleh pengelola travel tak berizin tersebut.
            Tetapi sungguh disayangkan dibalik semua itu, banyak jamaah yang tertipu tersebut tidak berani melaporkan travel penyelenggara bermasalah tersebut ke pihak berwajib ataupun ke Kementerian Agaman (Kemenag) dengan berbagai alasan, diantaranya karena malu. Akibatnya travel bermasalah tadi terus saja beroperasi dengan korban yang kian hari kian bertambah.
            Permasalahan haji cukup banyak, tetapi tidak satupun solusi yang tepat sehingga permasalahan kian bertambah, keluhan individu menumpuk, biaya OHN makin mencekik, tetapi pelayanan tidak setara dengan harga jual.
            Prilaku Biro Perjalanan Haji dan Umrah tersebut jelas mencoreng citra Kantor Wilayah Kementerian Agaman (Kanwil Kemenag) Provinsi Riau, walaupun biro-biro tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kemenag. Seperti di Provinsi Riau, dari 15 biro perjalanan Haji dan Umrah hnaya beberapa saja yang memiliki izin resmi, selebihnya konsersium dengan perusahaan lain bahkan ada beberapa perusahaan yang sama sekali tidak tercatat di Kemenag RI. Meski sudah dilakukan pemanggilan dan diminta agar menyampaikan fotocopy status perusahaan, namun dari beberapa travel tersebut hingga kini belum juga memberikan laporan status keberadaannya kepada Kemenag Provinsi Riau.
            Sementara itu, berdasarkan data dari Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), saat ini terdapat sekitar 218 perusahaan jasa travel haji dan 100 perusahaan biro perjalanan umrah yang memiliki izin di seluruh indonesia. Prospek usaha travel haji dan umroh di Indonesia cukup besar dengan semakin tingginya minat dan keinginan masyarakat untuk menunaikan rukun islam ke lima tersebut. Tapi sepertinya travel yang benar-benar siap memberangkatkan calon jamaah haji masih sangat kurang dan kondisi tersebut dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk membuka bidang usaha dengan berkedok biro perjalan haji dan umrah. Akibatnya, banyak masyarakat yang menjadi korban penipuan setiap tahunnya.
4.6 Faktor penyebab perusahaan atau produsen melakukan pelanggaran :
a.       Mengejar keuntungan dan kepentingan pribadi (Personal Gain and Selfish Interest)
Adanya sikap serakah. Dimana para pekerja ini akan menempatkan kepentingannya untuk memperoleh kekayaan melebihi kepentingan lainnya meski pun dalam melakukan akumulasi kekayaan tersebut dia merugikan pekerja lainnya, perusahaan, dan masyarakat.
b.      Tekanan Persaingan terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on profits)
Ketika perusahaan berada dalam situasi persaingan yang sangat keras, perusahaan sering kali terlibat dalam berbagai aktivitas bisnis yang tidak etis untuk melindungi tingkat proftabilitas mereka.
c.       Pertentangan antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business Goals versus Personal Values)
Masalah etika dapat pula muncul pada saat perusahaan hendak mencapai tujuan-tujuan tertentu atau menggunakan metode-metode baru yang tidak dapat diterima oleh para pekerjanya.
d.      Perusahaan ingin menguasai pangsa pasar.
e.       Lemahnya kedudukan lembaga yang melindungi konsumen
Lembaga perlindungan konsumen kurang mengawasi para pengusaha atau produsen sehingga pelanggaran sangat mungkin terus terjadi.
f.       Rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan serta informasi masyarakat mengenai bahan dan material berbahaya.
g.      Kurangnya pemahaman tentang prinsip etika bisnis
Dengan bertujuan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya perusahaan atau produsen terkadang tidak memahami betul prinsip etika bisnis yang harus diterapkan dengan benar sehingga pelanggaran dapat terjadi.


4.7 Cara mengatasi pelanggaran etika bisnis :
1.      Adanya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga yang terkait terhadap perusahaan.
2.      Pemerintah dan lembaga yang terkait berperan aktif dalam mensosialisasikan informasi terhadap masyarakat awam.
3.      Perusahaan atau pelaku bisnis hendaknya benar-benar memahami betul prinsip etika dalam berbisnis agar tidak merugikan konsumen.
4.      Adanya sanksi atau tidak tegas yang diberikan pemerintah terhadap pelaku bisnis atau perusahaan yang melakukan pelanggaran etika bisnis.

BAB V
PENUTUP

4.1     Kesimpulan
Banyaknya pelaku bisnis atau perusahaan yang terlalu berambisi untuk mendapat keuntungan besar menyebabkan banyak masyarakat atau konsumen harus menderita kerugian. Lemahnya kedudukan konsumen yang tidak mengetahui secara pasti tentang karakteristik dan kualitas barang yang dibelinya atau jasa yang digunakannya adalah salah satu faktor penyebab terjadinya pelanggaran etika bisnis. Kelemahan ini sering digunakan oleh pelaku bisnis yang tidak bertanggung jawab untuk menjual jasa dengan cara memberikan diskon dan sebagainya. Rendahnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat mengakibatkan sangat mudahnya masyarakat dipengaruhi oleh orang yang hendak mencari keuntungan dengan segala cara.

4.2     Saran
1.      Bagi pihak pemerintah dan lembaga terkait harus dapat menindak lanjuti pelaku bisnis atau perusahaan yang melanggar etika bisnis demi kepentingan pribadi.
2.      Bagi perusahaan harus memahami betul dan dapat menerapkan etika bisnis dengan benar sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam hal ini konsumen.
3.      Bagi masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih produk yang dalam memilih travel yang akan digunakan agar tidak mengalami kerugian.



DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta : Kanisius
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis : Cara Cerdas dalam Memahami Konsep dan Faktor-faktor Etika Bisnis dengan Beberapa Contoh Praktis. Jakarta : Grafindo.
Gustina.2008. Jurnal : Etika Bisnis suatu Kajian Nilai dan Moral dalam Bisnis.
Musdalifah. 2011. Perilaku Biro Penyelenggaraan Haji dan Problematikannya. Dalam http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=476
Google. 2014. Etika Bisnis. Dalam http://quickstart-indonesia.com/etika-bisnis/
Ajie, Reza. 2012. Tugas Etika Bisnis: Makalah Pelanggaran Etika Bisnis. Dalam

Jurnal Kedua,

ABSTRAK
“KASUS PELANGGARAN ETIKA DALAM BISNIS”
Penulisan, Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika Bisnis, Pelanggaran Etika Binis, Pelaku Usaha

Etika bisnis sangat mempengaruhi wirausaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Banyak diantara para pelaku usaha melakukan tindakan kecurangan demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan apakah tindakannya itu termasuk pelanggaran etika bisnis atau bukan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya? bagaimana bentuk pelanggarannya? Apa faktor penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?
Berdasarkan analisa yang digunakan pelaku bisnis tidak memperhatikan etika dalm berbisnis. Solusi atau tindakan yang diperlukan ialah Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai sanksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman yang mempengaruhi semua aspek kehidupan, baik dari teknologi, lingkungan serta manusia itu sendiri, kini sebuah Etika kembali di bicarakan untuk menunjukan nilai norma dan moral, tidak lain dalam Etika Bisnis. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya.

Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.

Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional. Tanpa disadari, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
Kebutuhan konsumen akan pangan asal hewani (khususnya daging) yang terus bertambah menuntut penyediaannya yang semakin banyak pula. Hal ini dipicu dengan meningkatnya kesadaran manusia akan pentingnya kebutuhan gizi yang berasal dari daging hewani. Keadaan tersebut juga didorong oleh meningkatnya tingkat kesejahteraan hidup manusia sehingga tingkat permintaan daging hewani meningkat pula. Tidak dapat dipungkiri saat ini mulai banyak ditemukan kasus beredarnya produk daging yang tidak sehat, yaitu produk yang tidak memenuhi syarat keamanan dan kehalalan pangan, baik pada produk domestik maupun ekspor impor.
Salah satu sebab yang mendorong merebaknya peredaran daging tidak sehat ini adalah kurangnya pengetahuan dan kemampuan konsumen untuk memilih produk (daging) secara tepat, benar dan aman. Konsumen cenderung membeli makanan dengan harga murah tanpa memperhatikan kualitas sehingga mendorong pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan besar tanpa memikirkan kerugian yang dapat diderita oleh konsumen.
1.2. Rumusan masalah dan batasan masalah
1.2.1. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini, adalah :
      1)   Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya ?
      2)   Bagaimana bentuk pelanggarannya ?
      3)   Apa faktor penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya ?
1.2.2. Batasan masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada penjualan bahan pangan asal hewan yang tidak sehat dan tidak aman. Berkaitan penerapan etika didalam menjalankan suatu bisnis oleh pelaku bisnis, meliputi bentuk pelanggaran, faktor penyebab serta cara mengatasinya.
1.4. Manfaat penulisan
a) Bagi akademis
Penulis dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.
b) Bagi Praktis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk usahanya secara lebih baik.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Etika Bisnis
Keraf, (1993:66) : Etika bisnis merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika Serikat.
Sebagai cabang filsafat terapan, Etika Bisnis menyoroti segi – segi moral perilaku manusia yang mempunyai profesi dibidang bisnis dan manajemen. Oleh karena itu, Etika Bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip – prinsip etika di bidang hubungan ekonomi antar manusia.
2.2. Prinsip – Prinsip Etika Bisnis
Menurut Sonny Keraf prinsip – prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
  • Prinsip  otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
  • Prinsip kejujuran, terdapat tiga lngkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontra. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
  • Prinsip keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional objektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
  • Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.
2.3. Tujuan Etika Bisnis
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam mempelajari etika bisnis  yaitu :
1.   Menanamkan atau meningkatkan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pelaku bisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.  
3. Membantu pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat    
     didalam profesinya (kelak).
2.4  Prinsip Etika bisnis menurut Sonny Keraf (1998)
Ada 5 prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu:
  1. Prinsip Otonomi
  2. Prinsip Kejujuran
  3. Prinsip Keadilan
  4. Prinsip Saling Menguntungkan
  5. Prinsip Integritas Moral
2.5  Aspek Pokok dari Etika Bisnis
Menurut K.Bertens bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Antara lain ada fakor organisatoris-manajerial, ilmiah-teknologis dan politik-sosial-kultural. Kompleksibilitas bisnis ini berkaitan langsung dengan kompleksibilitas masyarakat modern sekarang juga sebagai kegiatan sosial. Maka pendekatan pertama perbandingannya  terutama pada aspek ekoomi dan hukum. Berikut ini  tiga sudut pandang mengenai bisnis :
  1. Sudut pandang ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis dengan maksud memperoleh untung. Dalam bisnis modern untung diekspresikan dalam bentuk uang, tetapi hal itu tidak hakiki untuk bisnis. Yang penting ialah kegiatan antar manusia dan bertujuan mencari untung dan karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Jadi bisnis selalu bertujuan mendapat keuntungan dan perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan dengan tujuan sekali lagi, di antara tujuan-tujuan lain meraih keuntungan. Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam sistem ekononomi pasar bebas para pengusaha dengan memmanfaatkan sumber daya yang langka (tenaga kerja, bahan mentah, informasi/pengetahuan, modal) menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk masyarakat. Jika kompetisi pada pasar bebas berfungsi dengan semestinya, akan menyusul efisiensi ekonomis, artinya hasil maksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal yang tampak dalam harhga produk atau jasa yang paling menarik untuk publik. Oleh karena efisiensi merupakan kata kunci dalam ekonomi modern, para ekonom telah mengembangkan pelbagai teknik dan kiat. Dengan demikian dari sudut ekonomis, good business adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan.
  1. Sudut pandang moral
Dalam sudut pandang ini mengejar keuntungan merupakan hal yang wajar, asalkan tidak tercapai dengan merugikan pihak lain. Maka menghormati kepentingan dan hak orang lain penting. Jadi, ada batasnya juga dalam mewujudkan tujuan perusahaan namun hal itu juga harus demi kepentingan bisnis itu sendiri sehingga bisnis yang etis tidak membawa kerugian  bagi bisnis itu sendiri, terutama dilihat dari jangka panjang. Aspek etis dalam sudut pandang moral bisa dilihat dari janji yang harus ditepati, kepercayaan, dan  menjaga nama baik. Dengan demikian perilaku baik dalam konteks bisnis dalam sudut pandang moral adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral karena suatu perbuatan dinilai baik menurut arti terdalam justru kalau memenuhi standar etis itu.
  1. Sudut pandang hukum
Cabang penting dalam ilmu hukum modern adalah hukum dagang atau hukum bisnis sebab hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu.Tetapi hukum dan etika memiliki kaitan erat karena etika harus menjiwai hukum. Itu berarti peraturan hukum harus ditentukan supaya keadaan tidak menjadi kacau, tetapi cara diaturnya tidak berkaitan dengan etika sehingga peraturan hukum merupakan pengendapan atau kristalisasi dari keyakinan moral dan serentak juga mengukuhkan keyakinan moral itu.
Disamping itu sudut pandang hukum membutuhkan sudut pandang moral karena beberapa alasan. Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya yang bersifat imoral adalah ilegal juga. Alasan kedua yaitu proses terbentuknya undang-undang atau peraturan-peraturan hukum lainnya memakan waktu lama, sehingga masalah-masalah baru tidak segera bisa diatur secara hukum. Alasan ketiga ialah bahwa hukum itu sendiri sering kali bisa disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang beritikad buruk bisa memanfatkan celah-celah dalam hukum (the loopholes of the law). Alasan keempat bisa terjadi, hukum memang dirumuskan dengan baik, tetapi karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya karena sulit dijalankan kontrol yang efektif. Tidak bisa diharapkan, peraturan hukum yang tidak ditegakan akan ditaati juga. Alasan kelima untuk perlunya sudut pandang moral disamping sudut pandang hukum adalah bahwa hukum kerap kali mempergunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak didenifisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral, contohnya pengertian bonafide.
Bisnis yang baik berarti juga bisnis yang patuh pada hukum. Bahkan, pada tarif normatif etika mendahului hukum. Jadi, bisnis berlaku etis mereka tegaskan jika dan selama tidak melangggar hukum (if it’s legal, it’s morally okay) tetapi lebih baik “if it’s morally wrong, it’s probably also illegal’’ seperti yang dikemukakan Boatright.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari buku yang berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

BAB IV
 PEMBAHASAN

Salah contoh kasus dalam etika bisnis adalah menjual bahan pangan asal hewan yang tidak sehat dan tidak aman. Hampir setiap Ramadan datang kita dihadapkan pada temuan seperti penjualan daging bangkai ayam, daging sapi "glonggongan" dan beberapa kasus lainnya. Selain faktor kehalalan tentu bahan pangan asal hewan tersebut membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini jelas merugikan masyarakat selaku pihak konsumen. Harga yang melonjak tinggi ternyata juga disertai kualitas pangan yang membahayakan kesehatan konsumen.
            Solusi atau tindakan yang diperlukan ialah Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai sanksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen.
Ironinya, justru hal inilah yang belum dilakukan oleh aparat Pemerintah. Selama ini Pemerintah belum bertindak tegas terhadap para pedagang barang-barang haram itu. Paling-paling hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan. upaya-upaya yang akan dilakukan dalam menanggulangi penjualan daging sapi glonggongan yang  semakin menjamur terutama di pasar tradisional, dimana dalam hal ini tentunya diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik antara aparat Kepolisian, dinas perdagangan., Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, departemen Agama dan MUI. Pemerintah juga harus melakukan pengawasan secara rutin tidak hanya menjelang Bulan Ramadhan atau hari –hari besar keagamaan terlebih pemerintah harusnya tidak bertindak pasif dengan menunggu pengaduan masyarakat.
Selain itu diperlukan kesediaan semua pihak untuk mencegah agar tidak membanjirnya daging sapi glonggongan didalam masyarakat. Ironinya, justru hal inilah yang belum dilakukan oleh aparat Pemerintah. Selama ini Pemerintah belum bertindak tegas terhadap para pedagang yang menjual daging sapi glonggongan. paling-paling hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan. Padahal, sudah ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pada Pasal 4(c) diungkapkan bila menjadi hak konsumen untuk mengetahui informasi kualitas produk secara jujur. Di Pasal 8 dan 9 diulas perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Bahkan di Pasal 62, dijelaskan bila pelaku usaha yang melanggar bisa dikenai pidana denda hingga 2 milyar rupiah serta sanksi pidana kurungan paling lama 5 tahun. Pemerintah juga bisa mengacu pada Undang-undang No.6 Tahun 1967 tentang pokok kesehatan. Yang pasti, pada pelaku perdagangan daging bermasalah bisa dikenakan Pasal-Pasal pidana yang diatur dalam Kitab Hukum Undang-undang Pidana (KUHP), khususnya dengan Pasal pidana penipuan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Sebagai pelaku  usaha dalam kasus ini etika dalam berbisnis itu sangat penting supaya para wirausaha  mengetahui etika-etika dalam berbisnis. Seperti yang telah dibahas pada kasus diatas, itu termasuk ke dalam pelanggaran etika bisnis.
Etika diharapkan mampu memberikan manfaat yang berarti bagi pelaku usaha, sehingga diharapkan etika dapat mendorong dan mengajak untuk bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan serta dapat dipertanggung jawabkan. Etika di harapkan mampu mengarahkan pelaku usaha untuk berkembang menjadi masyarakat yang tertib, teratur, damai dan sejahtera dengan mentaati norma – norma yang berlaku demi ketertiban dan kesejahteraan sosial. Setiap pelanggaran yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja harus diselesaikan menurut kode etik yang berlaku.


5.2 Saran
Dalam kasus ini pemerintah harus bertindak tegas kepada pedagang-pedagang barang haram. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai saksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali yang akan semakin merugikan konsumen.


DAFTAR PUSTAKA

K.Bertens. 2004. Etika Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sonny, Keraf. 1993. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Jakarta : Pustaka Filsafat
 

Jurnal Ketiga,
ABSTRAK

ETIKA BISNIS
Kata kunci: Etika Bisnis, Etika dalam kegiatan Pemasaran, Prinsip Etika Bisnis
Etika Bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Masalah yang menjadi kajian penelitian mengenai etika bisnis. Pembahasannya mengenai etika yang digunakan oleh pelaku bisnis didalam menjalankan bisnisnya. Dan perusahaan yang diteliti adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder, dan metode analisis yang digunakan adalah analisa deskriptif.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesuksesan suatu perusahaan dalam menjalankan bisnis tidak hanya dilihat dari produk berkualitas yang dihasilkan, tetapi juga dari layanan yang diberikan dan etika yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Bisnis yang baik harus beretika dan bertanggungjawab sesuai dengan fungsinya, baik secara besar (makro) maupun kecil (mikro). Belakangan ini banyak kasus pelangggaran etika dalam berbisnis, hal ini perlu dibenahi agar tatanan perekonomian Negara semakin membaik.
Untuk mencapai hal tersebut maka dalam menjalankan bisnis, salah satu yang terpenting untuk diperhatikan adalah etika berbisnis. Karena seperti yang kita ketahui, bisnis juga memiliki berbagai norma atau etika yang harus dijalankan oleh pelakunya, baik antara sesama pelaku bisnis maupun terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peranan yang sangat mempengaruhi perusahaan tersebut, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya ?
2. Jika tidak, bagaimana bentuk pelanggarannya ?
3. Apa saja faktor penyebabnya ?
4. Bagaimana cara untuk mengatasinya ?
Dalam penulisan ini pembahasannya yaitu mengenai etika yang digunakan oleh pelaku bisnis didalam menjalankan bisnisnya. Dan perusahaan yang diteliti adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder, dan metode analisis yang digunakan adalah analisa deskriptif.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat penulis, jurnal ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah pelaku bisnis disekitar kita menggunakan etika dalam berbisnis
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk pelanggarannya
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pelanggaran
4. Untuk mengetahui cara untuk mengatasi pelanggaran tersebut
Disamping tujuan diatas jurnal ini disusun juga dengan tujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis yang dibimbing oleh Bapak Bonar Panjaitan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Diharapkan penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang pentingnya etika dalam menjalankan sebuah bisnis.
2. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dalam bilang kewirausahaan khususnya tentang pelanggaran etika dalam bisnis, sehingga dapat menjadi bahan acuan bagi siapa saja untuk kedepannya dalam memulai sebuah bisnis.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Etika Bisnis
Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” berarti adat istiadat atau kebiasaan. Hal ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lainnya.
Suatu etika membutuhkan evaluasi kritis atas seluruh situasi yang terkait. Dibutuhkan semua informasi sebanyak-banyaknya dan selengkap mugkin (komprehensif) baik yang menyangkut nilai dan norma moral, maupun informasi empiris tentang situasi yang belum terjadi atau telah terjadi untuk memungkinkan seseorang bisa mengambil keputusan yang tepat, baik tentang tindakan yang akan maupun yang telah dilakukan oleh pihak tertentu.
Adapun menurut Business & Society – Ethics and Stakeholder Management Business Stakeholder (Caroll & Buchholtz, 2000) adalah :
Ethics is the sicipline that deals with what is good and bad and with moral duty and obligation. Ethics can also be regarded as a set of moral principles or values. Morality is a doctrine or system of moral conduct. Moral conduct refers to that which relates to principles of right and wrong in behavior. Business ethics, therefore, is concerned with good and bad or right or wrong behavior that takes place within a business context. Concept of right and wrong are increasingly being interpreted today to include the more difficult and subtle questions of fairness, justice and equity.
2.2 Teori-teori Etika
Pada dasarnya teori etika ini terbagi atas dua macam, yaitu :
1. Teori Dentologi berasal dari bahasa yunani, “Deon” berarti kewajiban. Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakan yang dilakukan sendiri.
2. Teori Teologi, yaitu etika yang mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibatnya yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukan. Suatu tindakan dinilai baik, jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik atau akibat yang ditimbulkannya baik dan bermanfaat.

2.3 Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya. Menurut Sony Keraf (1998) prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
a) Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
b) Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
c) Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannyadan ditingkatkan terhadap produk dan jasa perusahaan;
d) Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan produk.
2. Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
a) Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
b) Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain.
c) Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu antara pemberi kerja dan pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
a) Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi.
b) Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
c) Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling mengun-tungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam Smith, prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam berbisnis. Karena menurut Adam Smith, dalam prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya.

2.4 Etika Dalam Kegiatan Pemasaran
Pada dasarnya kegiatan pemasaran merupakan fungsi utama dalam menentukan bisnis perusahaan. Tenaga pemasaran merupakan sarana penghubung utama perusahaan dengan konsumen atau merupakan ujung tombak bisnis perusahaan.
Dalam persaingan pemasaran yang begitu ketat, kadang kita menemukan perusahaan yang melakukan pemasaran tanpa memperhatikan etika. Hal ini mungkin secara jangka pendek untung, namun jika untuk jangka panjang akan rugi. Karena masyarakat akan meninggalkan perusahaan yang melakukan kegiatan yang tidak etis tersebut.
Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi seorang manajer pemasaran untuk melakukan tindakan tidak etis, yaitu :
1. Manajer sebagai pribadi manusia, ada rasa untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, untuk menangkalnya dibutuhkan pendidikan agama dan moral yang baik.
2. Kepentingan korporasi, adanya tekanan manajemen yang membuat seorang manajer dipaksa dengan kondisi tertentu biasanya dengan target yang sulit dicapai sehingga melakukan apa pun untuk mencapainya.
3. Lingkungan, yang ada disekitarnya yang langsung maupun tidak langsung membentuk perilaku manajer pemasaran itu.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah penarikan Indomie di Taiwan.
3.2 Data/Variabel yang Digunakan
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan teknik pengumpulan data dan informasi yang di peroleh dengan menggunakan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah etika bisnis yang dilakukan oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk di Taiwan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
1. Studi Pustaka (library research)
Metode pengumpulan data dengan membaca buku dan catatan lain yang relevan dan berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam jurnal ilmiah.
2. Observasi
Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut penulis menggunakan data sekunder berupa artikel berita yang terdapat di beberapa portal berita.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Profile Objek Penelitian
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. merupakan produsen berbagai jenis makanan dan minuman yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 14 Agustus 1990 oleh Sudono Salim dengan nama PT. Panganjaya Intikusuma yang pada tanggal 5 Februari 1994 menjadi Indofood Sukses Makmur. Perusahaan ini mengekspor bahan makanannya hingga Australia, Asia, dan Eropa.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. memiliki orientasi pasar, dimana produksi yang dilakukan oleh perusahaan disesuaikan dengan permintaan pasar. Perusahaan selalu berusaha memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam kuantitas maupun kualitas produk. Oleh karena itu, perusahaan selalu mengembangkan inovasi guna memenuhi kepuasan pelanggan, khususnya selera konsumen.
Visi dan misi yang ditunjukan oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. adalah realistik, spesifik, dan meyakinkan yang merupakan penggambaran citra, nilai, arah dan tujuan untuk masa depan perusahaan.
4.2 Analisis/Pembahasan
4.2.1 Artikel Tentang Permasalahan Mie Instan Indofood di Taiwan
Inilah potret kekisruhan mi instan Indofood di Taiwan – Kontan.co.id, Senin 10 Oktober 2010 18:29 WIB, Jakarta. Departemen Kesehatan Taiwan menyatakan produk mi instan Indonesia mengandung zat pengawet E218 (Methyl P-Hydroxybenzoate) yang seharusnya digunakan untuk bahan kosmetik dan kecantikan. Kandungan ini ditemui dalam mi instan yang diproduksi oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).
“Produk yang kami ekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. Jadi kami meyakini bahwa produk yang dimaksud bukan produk mie instan ICBP yang ditujukan untuk pasar Taiwan,” jelas Direktur ICBP Taufik Wiraatmadja dalam siaran persnya, Senin (11/10).
Atas kasus ini, Komisi VI DPR RI pun meminta klarifikasi dari Kementerian Perdagangan (Kemdag). “Kami meminta klarifikasi dari atase perdagangan menganai pelarangan masuk mie instan ke Taiwan,” kata Mirati Dewaningsih dari Fraksi PKB saat melakukan rapat kerja dengan Kemdag; yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Ardiansyah Parman didamping oleh seluruh atase perdagangan dan kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) dari seluruh negara, hari ini.
Bambang Mulyatno, Kepala Bidang Perdagangan, Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei disela-sela rapat kerja di komisi VI DRP RI di Jakarta, hari ini menguraikan kisruhnya mi instan Indonesia di Taiwan. Menurutnya, temuan pemerintah Taiwan ini mengindikasikan adanya persaingan pasar mi instan di negara itu. Pasalnya, mi instan dari Indonesia mengalami kenaikan ekspor karena jumlah konsumsinya yang meningkat.
Bayangkan konsumennya saja dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bisa mencapai 150.000 orang, belum termasuk orang-orang yang ada disekitarnya, kata Bambang.
4.2.2 Artikel Pelanggaran Dalam Etika Pemasaran dan Produksi Indomie di Taiwan
TEMPOInteraktif, Taiwan – Dua jaringan supermarket terbesar di Taiwan berhenti menjual produk mi instan merek Indomie setelah pemerintah Taiwan menemukan bahan pengawet yang dilarang di produk asal Indonesia.
Pusat Keamanan Makanan Taiwan telah menguji mi tersebut dan bakal menanyakannya terhadap insiden tersebut ke para importir dan distributor. Importir dari Hong Kong mengatakan mi-mi tersebut diperkirakan dibawa ke Thailand secara ilegal.
Beberapa warga Taiwan mengatakan mereka akan membeli mi merek lain. Sementara, para tenaga kerja Indonesia di Taiwan mengaku akan tetap memakan Indomie karena harganya enak dan murah.
Pemerintah Taiwan mengumumkan menarik mi instan Indomie, Jumat. Penarikan itu dilakukan setelah dua bahan pengawet terlarang, methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid, ditemukan di dalam Indomie. Bahan pengawet tersebut hanya dibolehkan untuk kosmetik.
Bahan pengawet tersebut dilarang digunakan di makanan-makanan di Taiwan, Kanada, dan Eropa. Jika bahan pengawet tersebut dikonsumsi, bisa menyebabkan orang muntah. Bahkan, kalau bahan pengawet tersebut dimakan untuk jangka waktu yang cukup lama atau dalam jumlah yang banyak, itu bisa menyebabkan metabolic acidosis, sebuah kondisi akibat terlalu banyak mengkonsumsi asam.
Jaringan toko ParknShop dan Wellcome menarik semua produk Indomie dari supermarket-supermarket milik mereka. Importir Indomie di Taiwan, Fok Hing (HK) Trading, mengatakan mi produk Indomie sudah memenuhi standar keamanan makanan di Hong Kong maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO). Fok Hing (HK) Trading mengutip penilaian kualitas Indomie pada Juni yang menyatakan tidak menemukan kandungan pengawet terlarang di Indomie. “Mi Indomie aman dimakan dan mereka masuk ke Hong Kong melalui salurang impor resmi,” tulis Fok Hing (HK) Trading. “Produk yang mengandung racun dan ditemukan di Taiwan diduga diimpor secara ilegal.”
Sementara itu, produsen Indomie di Indonesia, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), mengatakan produk-produk mereka sudah memenuhi standar internasional.)
“ICBP menegaskan bahwa produk-produknya telah sesuai dengan petunjuk global yang dibuat CODEX Alimentarius Commission, badan standar makanan internasional. Kami sedang mengkaji situasi di Taiwan terkait beberapa laporan tersebut dan akan mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi konsumen kami di negara itu dan negara lainnya,” ujar Direktur ICBP Taufik Wiraatmadja dalam siaran pers di situs Indofood, Senin (11/10).
4.3 Hasil Penelitian
Berdasarkan uraian artikel berita diatas, ditemukan beberapa pelanggaran etika bisnis yang dilakukan PT Indofood, diantaranya :
1. Kandungan zat yang terlarang di negara tersebut sebagai penyebab produk ini ditarik dari peredarannya, Diperkirakan bahwa kandungan dalam produk mie instan tersebut memiliki zat bahan kosmetik, yaitu methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid.
2. Diperkirakan juga bahwa produk yang masuk ke Taiwan adalah produk ilegal, dan bukan milik PT. Indofood. Akan tetapi masih menjadi tanggung jawab PT. Indofood untuk mengklarifikasi zat yang ada dalam produk Indomie mereka.
Kasus diatas menerangkan adanya perbedaan standar mutu yang digunakan produsen indomie dengan pemerintahan Thailand yang masing-masing berbeda ketentuan batas aman dan tidak aman suatu zat digunakan dalam pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai standart BPOM dan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang diakui secara internasional.
Seperti yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan menteri kesehatan Republik Indonesia yang berisi :
a) Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 235/Menkes/Per/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 237/Menkes/Per/VI/79 tentang Perubahan Wajib Daftar Makanan dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238/Menkes/SJ/VI/79 tentang Keharusan Menyertakan Sertifikat Analisa Pada Setiap Impor Bahan Tambahan Makanan.
b) Bahwa setiap orang yang memproduksi makanan untuk diedarkan menggunakan bahan apapun yang dinyatakan terlarang sebagai bahan tambahan pangan.
Sedangkan Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal ini yang dijadikan pokok masalah penarikan indomie oleh karana itu akan dilakukan penyelidikan dan investigasi yg lebih lanjut.
Pada Pasal 4 ( C )UU PK adalah menyinggung tentang hak konsumen (konsumen di Taiwan) Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penulisan ini dapat kita simpulkan bahwa Pelanggaran etika bisnis dapat melemahkan daya saing hasil industri di pasar internasional. Etika bisnis perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, dimana diperlukan suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu semua.
Seperti pada kasus PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (produk mie instan) masalah yang terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk tersebut. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka dan juga masalah mengenai illegal nya produk tersebut.
5.2 Saran
Seharusnya PT. Indofood lebih jeli dalam menggunakan zat-zat kandungan yang ada di dalam produk mereka. Seperti halnya produk Indomie, memang disukai oleh masyarakat Indonesia di luar negeri dengan harga murah dan rasa yang enak. Akan tetapi ketika menggunakan kandungan yang membahayakan, itulah yang melanggar etika produksi. Untuk prediksi bahwa produk di Taiwan itu adalah ilegal, PT. Indofood harus lebih jeli dalam pengawasan produk-produk mereka yang telah di distribusi. Jangan sampai ketika sudah di distribusi ke negara lain, di negara lain itu diolah kembali dengan kandungan berbahaya untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis: Cara Cerdas dalam Memahami Konsep dan Faktor-faktor Etika Bisnis dengan Beberapa Contoh Praktis. Jakarta: Grafindo.
Bartono, P.H., SE. 2005. Today Business Ethics, Jakarta: Elex Media Komputindo.
Beekun, Rafik Issa. 1997. Islamic Business Ethics. Herndon, VA: International Institute of Islami Thought
Bennet, Johm C. 1997. “Principles and The Context, Can Ethical Principles Guide Action?” Dalam Bennet, John C. et al. Storm over Ethics. United Churches Press, The Bethany Press: Cambridge.
H. Triyo Rachmadi, S.Kep. (2013, 08 Oktober). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). Kebumenkab.go.id [Online]. Tersedia: http://www.kebumenkab.go.id/index.php/public/article/detail/44
Kustin Ayuwuragil D. Tanpa Tahun. Biografi Indofood CBP Sukses Makmur. Profil.merdeka.com [Online]. Tersedia: http://profil.merdeka.com/indonesia/i/indofood-cbp-sukses-makmur/
Suhendra. (2010, 11 Oktober). Laris Manis di Taiwan, Kasus Indomie ‘Berbahaya’ Berindikasi Perang Dagang. Finance detik.com [Online]. Tersedia: http://finance.detik.com/read/2010/10/11/141628/1461188/4/laris-manis-di-taiwan-kasus-indomie-berbahaya-berindikasi-perang-dagang
Wikipedia. (2014, 29 Juli). Indofood Sukses Makmur. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Indofood_Sukses_Makmur

ANALISIS DARI TIGA JURNAL  DI ATAS :
1.      Banyaknya pelaku bisnis atau perusahaan yang terlalu berambisi untuk mendapat keuntungan besar menyebabkan banyak masyarakat atau konsumen harus menderita kerugian. Lemahnya kedudukan konsumen yang tidak mengetahui secara pasti tentang karakteristik dan kualitas barang yang dibelinya atau jasa yang digunakannya adalah salah satu faktor penyebab terjadinya pelanggaran etika bisnis. Kelemahan ini sering digunakan oleh pelaku bisnis yang tidak bertanggung jawab untuk menjual jasa dengan cara memberikan diskon dan sebagainya. Rendahnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat mengakibatkan sangat mudahnya masyarakat dipengaruhi oleh orang yang hendak mencari keuntungan dengan segala cara
2.      Sebagai pelaku  usaha dalam kasus ini etika dalam berbisnis itu sangat penting supaya para wirausaha  mengetahui etika-etika dalam berbisnis. Seperti yang telah dibahas pada kasus diatas, itu termasuk ke dalam pelanggaran etika bisnis. Etika diharapkan mampu memberikan manfaat yang berarti bagi pelaku usaha, sehingga diharapkan etika dapat mendorong dan mengajak untuk bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan serta dapat dipertanggung jawabkan. Etika di harapkan mampu mengarahkan pelaku usaha untuk berkembang menjadi masyarakat yang tertib, teratur, damai dan sejahtera dengan mentaati norma – norma yang berlaku demi ketertiban dan kesejahteraan sosial. Setiap pelanggaran yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja harus diselesaikan menurut kode etik yang berlaku.
3.      Dari penulisan ini dapat kita simpulkan bahwa Pelanggaran etika bisnis dapat melemahkan daya saing hasil industri di pasar internasional. Etika bisnis perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, dimana diperlukan suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu semua. Seperti pada kasus PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (produk mie instan) masalah yang terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk tersebut. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka dan juga masalah mengenai illegal nya produk tersebut.