PERBATASAN WILAYAH NEGARA RI, PERJANJIAN DAN PERMASALAHAN
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900
kilometer dan memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan
darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia
berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini dan Timor
Leste. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu
India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau,
Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Wilayah perbatasan laut pada umumnya
berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau
kecil.
PEMBAHASAN
perbatasan laut pada
umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk
pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan
yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara
tetangga. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian
masalah garis batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga dengan
semangat good neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara bertetangga
yang baik, seperti.
1. Indonesia-Malaysia
Kedua belah pihak bersepakat (kecuali
Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo). Pada tanggal 27
Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan
Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental
Indonesia – Malaysia kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7
November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat
peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca)
tentunya hal tersebut membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya
Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.
Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda
tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi
pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat
peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritime yang secara sepihak
membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke
dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara
melewati Pulau
Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk
pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun
1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970.
Batas wilayah antara Indonesia dan
Malaysia ditarik dari dekat Singapura dan berakhir di dekat Pulau Batu Mandi di
Selat Malaka. Artinya tidak ada batas perairan yang berupa batas laut wilayah
antara Malaysia dan Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke arah Barat Laut di
Selat Malaka. Yang ada hanyalah batas landas kontinen yang ditetapkan pada
tahun 1969. Batas landas kontinen, sesuai dengan hukum laut internasional,
merupakan batas yang memisahkan dasar laut dua atau lebih negara. Batas landas
kontinen tersebut tidak mengatur batas tubuh air. Sehingga secara umum, batas
landas kontinen ini berlaku dalam hal pengelolaan lapisan di bawah laut (dasar
laut) yang biasanya digunakan untuk pertambangan lepas pantai (off shore).
Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia
di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua
negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di
lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di
Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah
pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas,
penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC)
dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal
bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat
dioptimalkan.
2. Indonesia-Singapura
Batas wilayah laut antara Indonesia dan
Singapura ditentukan atas dasar hukum internasional. Perjanjian ini didasari
atas Konvensi PBB Tentang batas wilayah laut (The United Nations Convention on
the Law of the Sea/UNCLOS) pada 1982. Kedua negara juga turut meratifikasi
UNCLOS. Ratifikasi dari batas wilayah laut yang disetujui ini merupakan
kelanjutan dari perjanjian batas wilayah laut yang sebelumnya telah disetujui
oleh kedua negara sebelumnya pada 25 Mei 1973. Sementara perjanjian terbaru
yang diratifikasi, mempertegas batas wilayah laut dari Pulau Nipa hingga Pulau
Karimun Besar. Sedangkan pada sebelah barat, pihak keamanan dan petugas
navigasi dari kedua negara dapat melaksanakan tugas mereka secara signifikan
tanpa ada gangguan di wilayah Selat Singapura.
Perjanjian ini akan menentukan dasar hukum
bagi petugas berwenang kedua negara dalam menjaga keamanan, keselamatan
navigasi, penegakan hukum dan pengamanan atas zona maritim berdasarkan hukum
yang berlaku. Indonesia dan Singapura masih harus menyelesaikan masalah
perbatasan mereka di wilayah timur antara Batam dan Changi dan lokasi diantara
Bintan serta South Ledge, Middle Rock dan Batu Puteh. Penyelesaian batas
wilayah timur ini masih menunggu negosiasi antara Singapura dan Malaysia yang
masih harus dilakukan usai Pengadilan Internasional memerintahkan Singapura dan
Malaysia untuk melakukan perundingan pada 2008 lalu.Penambangan pasir laut di
perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan
Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk
jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir
pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula
menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut.
Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah
menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam
keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus
Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar
bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan
berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
3. Indonesia-Filipina
Proses perundingan batas maritim RI –
Filipina yang dilakukan sampai dengan tahun 2007 telah mencapai kemajuan yang
signifikan dengan dihasilkannya kesepakatan atas garis batas diantara kedua Tim
Teknis Perunding. Saat ini proses perundingan masih tertunda karena persoalan
internal di pihak Filipina, yaitu dikeluarkannya Republic Act No. 9522 bulan
Maret 2009, yang berisikan perubahan dari penetapan titik-titik dasar garis
pangkal (baseline) negara kepulauan Filipina, yang sebelumnya ditetapkan dalam
Republic Act No. 3046 tahun 1961 dan Republic Act No. 5446 tahun 1968. Pada
kesempatan pertemuan bilateral tingkat kepala negara antara RI-Filipina yang
diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 2011, Menteri Luar Negeri kedua negara
telah menandatangani Joint Declaration between the Republic of Indonesia and
the Republic of the Philippines concerning Maritime Boundary Delimitation, yang
intinya:
- Mempercepat proses penyelesaikan
penetapan batas maritim RI-Filipina sesuai dengan ketentuan UNCLOS
1982;
- Menginstruksikan Tim Teknis Bersama
Penetapan Batas Maritim antara Republik Indonesia dan Republik Filipina untuk
bertemu dalam waktu yang secepat mungkin.
Belum adanya kesepakatan tentang batas
maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau
Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni
Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation
(JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani
permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.
4. Indonesia-Thailand
Batas Landas Kontinen telah diselesaikan.
penetapan garis batas landas kontinen kedua negara terletak di Selat Malaka dan
laut Andaman. Perjanjian ini ditandatangai tanggal 17 Desember 1971, dan
berlaku mulai 7 April 1972. Sedangkan untuk batas ZEE masih dirundingkan.
Pertemuan penjajagan awal telah dilaksanakan tanggal 25 Agustus 2010 di
Bangkok. Thailand masih memerlukan konsultasi dengan parlemen untuk berunding.
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan
antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung
pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki
perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di
kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan
oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan
masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing
merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
5. Indonesia-Vietnam
Indonesia dan Viet Nam telah menyelesaikan
perjanjian batas Landas Kontinen pada tahun 2003. Batas landas kontinen antara
Indonesia – Vietnam ditarik dari pulau besar ke pulau besar (main land to main
land). Dalam perjanjian tersebut Indonesia berhasil meyakinkan Vietnam untuk
menggunakan dasar Konvensi Laut UNCLOS 1982. Dengan demikian prinsip Indonesia
sebagai negara Kepulauan telah terakomodasi. Permasalahan batas maritim antara
Indonesia dan Viet Nam yang masih harus dirundingkan adalah penetapan garis
batas ZEE. Pertemuan pertama untuk membahas garis batas ZEE telah dilangsungkan
pada bulan Mei 2010 di Hanoi dan telah dilanjutkan pada pertemuan terakhir
bulan Juli 2011 di Hanoi. Kedua negara kini tengah menjajaki untuk mempelajari
proposal garis batas ZEE masing-masing.
Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung
di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari
245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan
perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak
sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan
tersebut.
6. Indonesia-Australia
Perairan antara Indonesia dengan Australia
meliputi wilayah yang sangat luas, terbentang lebih kurang 2.100 mil laut
dari selat Torres sampai perairan P.Chrismas. Perjanjian perbatasan maritim
antara Indonesia dengan Australia yang telah ditentukan dan disepakati, menjadi
sesuatu yang menarik untuk dipelajari perkembangannya, karena perjanjian
tersebut dilaksanakan baik sebelum berlakunya UNCLOS ’82 (menggunakan Konvensi
Genewa 1958) maupun sesudahnya. Perjanjian yang telah ditetapkan juga menarik
karena adanya negara Timor Leste yang telah merdeka sehingga ada perjanjian
(Timor Gap Treaty) yang menjadi batal dan batas-batas laut yang ada harus
dirundingkan kembali secara trilateral antara RI – Timor Leste – Australia.
Secara Garis besar perjanjian batas
maritim Indonesia – Australia dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
· Perjanjian
perbatasan pada tanggal 18 Mei 1971 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah
perairan selatan Papua dan Laut Arafura.
· Perjanjian perbatasan
pada tanggal 9 Oktober 1972 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah
Laut Timor dan Laut Arafura.
· Perjanjian perbatasan
maritim pada tanggal 14 Maret 1997 yang meliputi ZEE dan Batas Landas Kontinen
Indonesia Australia dari perairan selatan P.Jawa termasuk perbatasan maritim di
P.Ashmore dan P.Chrismas.
Pada tanggal 9 September 1989 telah
disetujui pembagian Timor Gap yang dibagi menjadi 3 area (A,B dan C) dalam
suatu Zone yang disebut ”Zone Of Cooperation”. Perjanjian Timor Gab ini berlaku
efektif mulai tanggal 9 Februari 1991, perjanjian ini juga tidak membatalkan
perjanjian yang sudah ada sebelumnya, namun dengan merdekanya Timor Leste maka
perjanjian ini secara otomatis menjadi batal.
Perjanjian perbatasan RI-Australia yang
meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret
1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor
perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.
7. Indonesia-India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan
India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat
daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14
Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua
negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada
kesepakatan.
Perbatasan kedua negara terletak antara
pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan
landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan
perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara.
Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi
pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para
nelayan.
8. Indonesia-Papua Nugini
Batas darat Indonesia dan Papua New Guinea
didasarkan pada perjanjian Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas
Indonesia dan Papua Nugini.Ditandatangani pada Tanggal 12 Februari 1973 di
Jakarta. Pemerintah selanjutnya meratifikasi perjanjian tersebut dengan
membentuk Undang-undang Nomor 6 tahun 1973. Namun sampai saat ini perjanjian
bilateral tersebut belum menjadi landasan legal bagi survey dan demarkasi batas
darat antara kedua negara. Sebagai bagian dari perjanjian bilateral 1973, telah
didirikan 14 pilar MM di sepanjang perbatasan Indonesia dan Papua Nugini.
Titik-titik tersebut ada di 141° Bujur Timur, mulai dari pilar MM1 sampai
dengan MM10. Selanjutnya mulai dari pilar MM11 sampai dengan pilar MM14 berada
pada meridian 141° 01’ 10". Pilar MM10 dan MM11 batas kedua negara
mengikuti Thalweg dari sungai Fly. Selain ke 14 pilar MM, antara tahun 1983-
1991, sesuai amanat Pasal 9 Perjanjian 1973 antara Indonesia dengan Papua
Nugini, telah didirikan 38 Pilar MM baru. Sehingga sampai saat ini telah
berdiri 52 pilar MM di sepanjang garis perbatasan. Penambahan 38 pilar MM baru
tersebut saat ini masih tertuang dalam Deklarasi Bersama (Joint declaration) yang
ditandatangani oleh otoritas survey and mapping kedua pemerintahan.
Indonesia dan PNG telah menyepakati
batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala
kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan
ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan,
menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah
kompleks di kemudian hari.
9. Indonesia-Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai
negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia
dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI
dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border
Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di
Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan
demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim.
Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di
Dilli, pada Juli 2003.
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste
yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa
Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan
masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan
kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan,
dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang
menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan
pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang
cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.
10. Indonesia-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur
Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan
1350.50” BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500
km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik
Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut
Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan
yang mengelilingi kepulauan.
Palau memiliki Zona Perikanan yang
diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan
Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu
menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang
diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua
negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.
KESIMPULAN
indonesia sebagai negara kepulauan yang
berada atau di himpit oleh banyak-banyak negara lain menyebabkan indonesia
banyak memiliki masalah didalam wilayah perbatasan baik perbatasan darat maupun
laut dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam,
Filipina, Timor Leste, dan Australia. Wilayah perbatasan laut pada umumnya
berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau
kecil. akibat perbatasan wilayah yang tidak teratur menyebabkan timbulnya
masalah seperti hak wilayah, mata uang, dan kebudayaan yang terkadang bisa
menimbulkan konflik antara warga negara